A. Pengertian Belajar
Pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai berikut
“ Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengelamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
Adapun Pengertian Belajar Menurut
Para Ahli:
1.
Menurut Winkel, Belajar adalah
semua aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif
dalam lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengelolaan
pemahaman.
2.
Menurut Ernest R. Hilgard dalam (Sumardi Suryabrata,
1984:252) belajar merupakan proses perbuatan yang dilakukan dengan
sengaja, yang kemudian menimbulkan perubahan, yang keadaannya berbeda dari
perubahan yang ditimbulkan oleh lainnya. Sifat perubahannya relatif permanen,
tidak akan kembali kepada keadaan semula. Tidak bisa diterapkan pada perubahan
akibat situasi sesaat, seperti perubahan akibat kelelahan, sakit, mabuk, dan
sebagainya.
3.
menurut Gagne dalam bukunya The Conditions of
Learning 1977, belajar merupakan sejenis perubahan yang diperlihatkan dalam
perubahan tingkah laku, yang keadaaannya berbeda dari sebelum individu berada
dalam situasi belajar dan sesudah melakukan tindakan yang serupa
itu. Perubahan terjadi akibat adanya suatu pengalaman atau latihan.
Berbeda dengan perubahan serta-merta akibat refleks atau perilaku
yang bersifat naluriah.
4.
Moh. Surya (1981:32), belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. Kesimpulan yang bisa diambil dari
kedua pengertian di atas, bahwa pada prinsipnya, belajar adalah perubahan dari
diri seseorang.
Dari
beberapa pengertian belajar di atas
maka dapat disimpulkan bahwa semua aktivitas mental atau psikis yang
dilakukan oleh seseorang sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku yang
berbeda antara sesudah belajar dan sebelum belajar.
B. Ciri-Ciri
Belajar
Syaifull Bahri Djamarah, memukakan
ciri-ciri belajar sebagai berikut :
a. Perubahan
yang terjadi secara sadar.
b. Perubahan
dalam belajar yang bersifat fungsional.
c. Perubahan
dalam belajar yang bersifat positif dan aktif.
d. Perubahan
dalam belajar bukan bersifat sementara.
e. Perubahan
dalam belajar bertujuan atau terarah.
f. Perubahan
mencakup seluruh aspek tingkah laku
g. Adanya
kemampuan baru atau perubahan. Perubahan tingkah laku bersifat pengetahuan
(kognitif), keterampilan (psikomotorik), maupun nilai dan sikap (afektif).
h. Perubahan itu tidak berlangsung sesaat saja
melainkan menetap atau dapat disimpan.
i.
Perubahan itu
tidak terjadi begitu saja melainkan harus dengan usaha. Perubahan terjadi
akibat interaksi dengan lingkungan.
j.
Perubahan tidak semata-mata disebabkan oleh
pertumbuhan fisik/ kedewasaan, tidak karena kelelahan, penyakit atau pengaruh
obat-obatan.
C. Jenis-Jenis
Belajar
1.
Belajar Bagian (Part learning, fractioned learning).
Umumnya belajar bagian dilakukan oleh seseorang bila
ia dihadapkan pada materi belajar yang bersifat luas atau ekstensif, misalnya
mempelajari sajak ataupun gerakan – gerakan motoris seperti bermain silat.
Dalam hal ini individu memecah seluruh metri pelajaran menjadi bagian – bagian
yang satu sama lain berdiri sendiri. Sebagai lawan dari cara belajar bagian
adalah cara belajar keseluruhan atau belajar global.
2.
Belajar dengan wawasan (Learning by insight).
Konsep ini diperkenalkan oleh W. Kohler, salah seorang
tokoh psikologi Gestalt pada permulaan tahun 1971.Sebagai suatu konsep, wawasan
(insight) ini merupakan pokok utama dalam pembicaraan psikologi belajar dan
proses berfikir. dan meskipun W. Kohler sendiri dalam menerangkan wawasan
berorientasi pada data yang bersifat tingkah laku (perkembangan yanglembut
dalam menyelesaikan suatu persoalan dan kemudian secara tiba – tiba menjadi
reorganisasi tingkah laku) namun tidak urung wawasan ini merupakan konsep yang
secara prinsipil ditentang oleh penganut aliran neo – behaviorisme.
3.
Belajar Diskriminatif (Discriminatif learning).
Belajar diskriminatif diartikan sebagai suatu usaha
untuk memilih beberapa sifat situasi/stimulus dan kemudian menjadikannya
sebagai pedoman dalam tingkah laku. Dengan pengertian ini maka dalam
eksperimen, subyek diminta untuk berespon secara berbeda- beda terhadap
stimulus yang berlainan.
4.
Belajar global / keseluruhan (global whole learning).
Disini bahan pelajaran dipelajari secara keseluruhan
berulang sampai pelajar menguasainya, lawan dari belajar bagian. Metode belajar
ini sering disebut metode Gestalt.
5.
Belajar Insidental (incidental learning).
Konsep ini bertentangan dengan anggapan bahwa belajar
itu selalu berarah tujuan (intensional). Sebab dalam belajar insidental pada
individu tidak ada sama sekali kehendak untuk belajar. Belajar insidental ini
merupakan hal yang sangat penting.
6.
Belajar istrumental (instrumental learning).
Pada belajar instrumental, reaksi-reaksi seseorang
siswa yang diperlihatkan diikuti oleh tanda-tanda yang mengarah pada apakah
siswa tersebut akan mendapat hadiah, hukuman, berhasil atau gagal. Oleh karena
itu cepat atau lambatnya seseorang belajar dapat diatur dengan jalan
memeberikan penguat (reinforcememnt) atas dasar tingkat-tinkat kebutuhan.
7.
Belajar intensional (intentional learning).
Belajar dalam arah tujuan, merupkan lawan dari belajar
insidental.
8.
Belajar laten (latent learning).
Dalam belajar laten, perubahan – perubahan tingkah
laku yang terlihat tidak terjadi secara segera.
9.
Belajar mental (mental learning).
Ada tidaknya belajar mental ini sangat jelas terliahat
pada tugas-tugas yang sifatnya motoris. Sehingga perumusan operasional juga
menjadi sangat berbeda. Ada yang mengartikan belajar mental sebagai belajar
dengan cara melakukan observasi dari tingkah laku orang lain, membayangkan
gerakan-gerakan orang lain dan lain-lain.
10.
Belajar produktif (productive learning).
R. Berguis (1964) memberikan arti belajar produktif
sebagai belajar dengan transfer yang maksimum. Belajar adalah mengatur
kemungkian untuk melakukan transfer tingkah laku dari satu situasi ke situasi
lain. Belajar disebut produktif bila individu mampu mentransfer prinsip
menyelesaikan satu persoalan dalam satu situasi ke situasi lain.
11.
Belajar verbal (verbal learning).
Belajar verbal adalah belajar mengenai materi verbal
dengan melalui latihan dan ingatan. Dasar dari belajar verbal diperlihatkan
dalam eksperimen klasik dari ebbinghaus. Sifat eksperimen ini meluas dari
belajar asosiatif mengenai hubungan dua kata yang tidak bermakna sampai pada
belajar dengan wawasan mengenai penyelesaian persoalan yang kompleks yang harus
diungkapkan secara verbal (Slameto.2010).
D. Bentuk-Bentuk Belajar
1)
Belajar
abstrak;
ialah belajar yang menggunakan cara-cara berpikir abstrak. Tujuannya adalah
untuk memperoleh pemahaman dan pemecahan masalah-masalah yang tidak nyata.
2)
Belajar
keterampilan; adalah belajar dengan menggunakan gerakan-gerakan
motorik yakni yang berhubungan dengan urat-urat syaraf. Tujuannya adalah untuk
memperoleh dan menguasai keterampilan jasmaniah tertentu.
3)
Belajar Sosial;
adalah belajar memahami masalah-masalah dan teknik-teknik untuk memecahkan
masalah tersebut. Tujuannya adalah untuk menguasai pemahaman dan kecakapan
dalam memecahkan masalah-masalah sosial.
4)
Belajar
Pemecahan Masalah; adalah belajar menggunakan metode
ilmiah atau berpikir secara sistematis, logis, teratur, dan teliti. Tujuannya
adalah untuk memperoleh kemampuan dan kecakapan kognetif untuk memecahkan
masalah secara rasioanal, lugas, dan tuntas.
5)
Belajar
rasioanal; ialah belajar dengan menggunakan kemampuan
berpikir secara logis dan sistematis. Tujuannya ialah untuk memperoleh berbagai
kecakapan menggunakan prinsip-prinsip dan konsep-konsep.
6)
Belajar
kebiasaan; adalah proses pembentukan kebiasaan-kebiasaan baru
atau perbaikan kebiasaan-kebiasaan yang telah ada. Belajar kebiasaan, selain
menggunakan perintah, suri tauladan, dan pengalaman khusus, juga menggunakan
hukuman dan ganjaran. Tujuannya agar siswa memperoleh sikap-sikap dan
kebiasaan-kebiasaan baru yang lebih tepat dan positif dalam arti selaras secara
kontekstual, serta selaras dengan norma dan tata nilai moral yang berlaku.
7)
Belajar
apersiasi; adalah belajar mempertimbangkan arti penting atau
nilai suatu objek. Tujuannya adalah agar siswa memperoleh dan mengembangkan
kecakapan ranah afektif yang dalam hal ini kemampuan menghargai secara tepat
terhadap nilai objek tertentu, misalnya apersiasi sastra, apersiasi musik, dan
sebagainya.
8)
Belajar
Pengetahuan; ialah belajar dengan cara melakukan penyelidikan
mendalam terhada objek pengetahhuan tertentu. Tujuannya adalah agar siswa
memperoleh atau menambah informasi dan pemahaman terhadap pengetahuan tertentu
yang biasanya lebih rumit dan memerlukan kiat khusus dalam mempelajarinya.
E. Teori Belajar Sebelum Abad ke-20
Sebelum abad
ke-20, telah berkembang beberapa teori belajar. Teori belajar ini dikembangkan
berdasarkan pemikiran filosofis atau spekulatif, tanpa dilandasi eksperimen, dan
ini berarti dasar orientasinya adalah “filosofis atau spekulatif”.
1.
Teori disiplin mental
Tokoh teori
disiplin mental adalah Plato dan Aristoteles. Teori disiplin mental ini
menganggap bahwa dalam belajar, mental siswa harus didisiplinkan atau dilatih.
2.
Teori pengembangan alamiah
Belajar baru
akan terjadi dan mendatangkan hasil bila anak telah benar-benar merasakan
kebutuhan untuk belajar. Saat itu ia akan melakukannya dengan penuh kegembiraan
sehingga pengalaman akan melekat sebagai kecakapan atau keterampilan.
3. Teori apersepsi
Belajar adalah suatu proses terasosiasinya
gagasan-gagasan baru dengan gagasan-gagasan lama, yang sudah terbentuk di alam
pikiran. Misalnya, anak akan memelajari kata “kuda”. Ia diperlihatkan gambar
kuda di atas tulisan kuda. Kemudian, ia menganalisis huruf perhuruf.
F. Teori Belajar Abad ke-20
1.
Teori Behavioristik
Rumpun teori
ini disebut behaviorisme karena sangat menekankan perilaku atau tingkah laku
yang dapat diamati. Tokohnya E.L Thorndike, Ivan Patrovich, B.F Skinner dan Bandura.
Temuan penelitian para ahli ini dalam prinsipnya mempunyai kesamaan, yaitu
bahwa perubahan tingkah laku terjadi karena semata-mata oleh lingkungan.
a)
Teori Koneksionisme (Thorndike)
Prinsip pertama dari teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan
membentuk asosiasi antara kesan panca indra dengan kecenderungan bertindak.
Prinsip kedua adalah pelajaran akan semakin dikuasai bila diulang-ulang.
Prinsip ketiga adalah koneksi antara kesan panca indra dengan kecenderungan
bertindak dapat melemah atau menguat, tergantung pada hasil perbuatan yang
pernah dilakukan.
Teori Behaviorisme adalah teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberirespon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka.
Teori Behaviorisme adalah teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberirespon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka.
b) Teori
Clasiccal Conditioning (Pavlov)
Pavlov membuat teori pada eksperimennya yang terkenal tentang fungsi
kelenjar ludah pada anjing. Kemudian, ia menyimpulkan bahwa tingkah laku
tertentu dapat dibentuk secara berulang-ulang. Watson mengembangkan teori
tersebut.
c) Teori
Operant Conditioning (Skinner)
Teori Operant Conditioning memiliki
persamaan dengan teori Pavlov dan Watson, tetapi lebih terperinci. Ia
membedakan adanya dua macam respons: respondent response, yaitu respons yng
ditimbulkan stimulus tertentu, dan operant respondent, yaitu respons yang
menimbulkan stimulus baru sehingga memperkuat respons yang telah dilakukan.
2.
Teori Kognitif
Tokohnya
Kohler, Max Wertheimes, Kurt Lewin dan Bandura, dasar teori belajar tokoh ini
sama. Yaitu dalam belajar terdapat kemampuan mengenal lingkungan, sehingga
lingkungan tidak otomatis mempengaruhi manusia.
a)
Teori Gestalt
Teori
kognitif dikembangkan oleh para ahli psikologi Kognitif. Teori ini berbeda
dengan Behaviorisme, bahwa yang utama pada kehidupan manusia adalah mengetahui
dan bukan respons. Teori ini menekankan pada peristiwa mental, bukan hubungan
Stimulus-respons. Teori Gestalt, berkembang dijerman dengan pendirinya yang
utama adalah Max Werthaimer, menurut Gestalt belajar siswa harus memahami makna
hubungan antar satu bagian dengan bagian lainnya. Belajar adalah mencari dan
mendapatkan prognanz, menemukan keteraturan, keharmonisan dari sesuatu.
b)
Teori Medan (Kurt Lewin)
Pada
dasarnya, teori Lewin dapat dikatakan sebagai perluasan teori Gestalt, yaitu:
1. Belajar adalah pengubahan struktur kognitif.
Maknanya, pemecahan problem hanya terjadi bila struktur kognitif dirubah.
2. Hadiah dan hukuman merupakan dua sarana
motivasi belajar yang memerlukan pengawasan
agar digunakan wajar dan tepat.
3. Faktor motivasi belajar lain adalah masalah
sukses dan gagal. Sukses akan menjadi pendorong belajar, sedangkan gagal akan
menyebabkan kemunduran belajar.
Teori Medan atau Field, menurut teori ini individu
selalu berada dalam suatu medan atau ruang hidup. Dalam medan hidup ini ada
suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi untuk mencapainya selalu ada hambatan.
Jadi perbedaan pandangan antara pendekatan Behavioristik dengan Kognitif adalah
sebagai berikut:
Ø Proses atau peristiwa belajar
seseorang, bukan semata-mata antara ikatan Stimulus, Respons, melainkan juga
melibatkan proses kognitif.
Ø Dalam peristiwa belajar tertentu
yang sangat terbatas ruang lingkupnya misalnya belajar meniru sopan santun
dimeja makan dan bertegur sapa. Peranan ranah cipta siswa tidak begitu
menonjol, meskipun sesungguhnya keputusan untuk meniru atau tidak ada pada diri
orang itu sendiri.
0 comments:
Post a Comment